December 01, 2005

kenapa harus selalu begini?
tak adakah hari yang tanpa sepi?
tak adakah hari yang tanpa sunyi?

January 20, 2005

anjinglah dunia
nerakalah hidup
akan jadi surga
jalan yang tak redup.

August 28, 2004

anjing!

makian yang teramat biasa itu sering keluar dari mulut-mulut kami, manusia penjelmaan binatang. tak pernah ada yang sanggup melebihi kekuatan makian itu, sekalipun sama-sama menyebutkan binatang, misalnya: babi! kecoak! cicak! bagong! monyet! dst..

anjing!
sangat nikmat di lidah-lidah kami yang terbiasa memandang hidup dari sudut yang berbeda dengan anda, mungkin. sesuatu, seperti kehilangan maknanya ketika kata makian itu tidak diikutsertakan. kenikmatan yang melebihi kenikmatan orgasme.

maka anjinglah kau, laki-laki!

August 18, 2004

lama aku membiarkan ransel itu teronggok di sudut gelap ruang kamarku yang pekat, karena lampu 5watt tak pernah berhasil membuat semuanya menjadi terang. lama aku membiarkan ransel itu kedinginan tanpa sentuhan atau gesekan resleting yang dibuka dan ditutup. lama aku membiarkan ransel itu kesepian. sendirian.

iya, sudah lama perjalananku tanpa membawa apa pun. hanya sekeping hati yang terlampau rapuh untuk sebuah pendakian yang sangat kejam. aku mungkin terlampau ketakutan untuk membuka mata atas realitas yang nampak di depan mata kepala. aku tak mau mempercayai, bahwa cinta hanyalah sesuatu hal yang sangat bodoh!

aku terlampau memuja cinta.
hingga ransel itu kubiarkan berakhir di sudut gelap.

May 11, 2004

Re: ini malam kesekian: prolog

menit menyempurnakan hitungan atas waktu
malammalam genap lewat, mengendap
malammalam ganjil berlalu, malumalu
di dadaku rindu berwarna abuabu

heningmu kudekap
menggenapkan sunyi di selasela hati

seperti katamu
kenyataan adalah lorong gelap yang panjang
dengan semak kemungkinan dan ilalang kebetulan

kelak, saat kau singgah dalam mimpiku
mungkin tak ada lagi airmata gugur
sebab duka telah usai dan rindu selesai dibekukan

ini malam kesekian.
sejak kulafalkan namamu
cinta yang tak pernah selesai
meski pahit senantiasa terasa.

BumiAllah, 10 mei 2004

May 02, 2004

pagi ini, sunyi menyergapku. kubiarkan dia menyentuh seluruh jasadku hingga menggigil. kubiarkan dia mengisi kekosongan pikiran. lantas diam-diam kusadari, aku benar-benar sendirian disini. hanya tik tak keyboard yang menuntunku menulis kalimat-kalimat panjang tanpa judul. dan waktu masih terus mengalir, menghanyutkan menit-menit dalam kesia-siaan. aku masih terus melahirkan huruf-huruf tanpa jeda, tanpa akhir. seperti prajurit yang menembak musuh dalam gelap buta. dan akhirnya aku terkapar dalam tanda tanya besar. mati oleh hurufku sendiri. akan kubawa kemanakah cerita ini akhirnya?

April 05, 2004

akhirnya peringatan itu datang juga

tuhan peringatkan aku lewat peristiwa
samarsamar aku membacanya dalam gelap.
tadi malam, bintang bertabur dalam mimpi
sunyi yang genap, langit yang cemerlang
dan aku terbangun dalam subuh yang gigil

siang tadi, mahluk asing itu menyergap
memburu lengahku yang senyap.
dalam ramai, ada kuasa yang tak sanggup
kulawan. cengkraman nasib mencekik leher
kecemasanku hingga sekarat

sore ini, mengalirlah seluruh kesedihan
ingatan tentang dosa dan airmata bersatu

inilah aku sang pendosa itu, tuhan!
lahir dengan ketakberdayaan, lantas hidup
dengan kesombongan. ini langit dan bumi
milikmu, dengan apa kematian menjemput
hanya kau yang tahu.

maafkan aku tuhan, aku lupa membaca
ayatmu dalam setiap senja.

17:35

February 02, 2004

di hadapanmu kuletakkan ranselku kembali, setelah pengembaraan yang jauh dan melelahkan ini. aku lelah, hingga akhirnya kaki ini membawaku kembali ke hadapanmu. aku tertunduk.

ceritakan apa yang kau bawa? katamu lirih, seperti biasa. pertanyaan yang sama yang selalu terlontar saat aku kembali padamu setelah perjalanan jauh yang melelahkan.

biasanya aku bahagia dengan pertanyaanmu ini, karena itu berarti kau tak marah padaku. tapi kali ini pertanyaanmu membuatku tak berdaya. aku lumpuh kata.

kau tak pernah melarangku pergi, seberat apa pun perasaanmu. tapi kepergianku yang ini telah membuatku merasa bersalah. masih jelas di pelupuk mataku saat tanggul air matamu pecah, membentuk sungai-sungai kecil yang mengalir pada pipimu, lantas jatuh ke pangkuan.

aku memang terlalu mencintai perjalananku sendiri, meski kukatakan padamu bahwa cintaku padamu melebihi cintaku pada perjalanan yang kubuat sendiri dengan menggaris peta di atas tanah, di belakang rumahmu, di bawah pohon mangga milik kita.

kini aku kembali, dengan membawa sebuah ingatan tentangmu. aku tak menemukan apa pun selama 999 hari pengembaraan, selain wajahmu yang melepas kepergian dengan ribuan anak panah kesedihan yang memburu jantungku. setiap hari, setiap jam, setiap detik.

apa yang kau bawa? kamu mengulang pertanyaan yang sama.

aku diam.

apa? katamu semakin lirih.

rindu!

January 17, 2004

pentagon lantai tiga

disinilah kami membangun rasa
mungkin tak pernah ada yang tahu
atau bahkan memang tak peduli
bahwa kami ada, dan kami hidup

kau mungkin pernah mendengar
nafas kami yang kadang memburu
dan kadang terdengar senyap
samar seperti angin dalam gerimis

inilah kami
hidup meski dalam endapan sampah
bernyanyi meski dalam sekapan kuasa
bertasbih seperti ilalang
yang terbakar

pentagon, 17 januari 2004

January 06, 2004

kepada seorang kakak
:rohyati sofjan

ada banyak rindu ketika kita harus bicara tentang airmata. mungkin kau tak pernah memahami, diantara keriuhan yang kuresapi setiap saat, selalu kurindu sunyi. begitu pun mungkin kerinduanmu pada keriuhan dan berbagai suara. tapi kita mampu apa? kita hanya wayang-wayang yang telah diberikan alur hidup dan jalan nasib yang berbeda. kau dan aku tak pernah sama. tapi kita bisa berjalan bersama bukan???

yakinkan hatimu, dan pegang tanganku. mari kita berjalan bersama. aku membawa keriuhan untukmu, dan tolong bawakan aku kesunyianmu. sebab setiap saat aku rindu itu.

salam sayang,

sireum kecilmu.